Page 29 - Sejarah IPS_XII_Sem 1_Aji Digdaya_EDIT TIM
P. 29
mengalami kesulitan dalam menjalankan kepentingan nasionalnya.untuk itu, PM
Hatta sekaligus Wakil Presiden RI pada saat itu tampilmemberi penjelasan di
hadapan Sidang B-KNIP di Yogyakarta. Pidato atau keterangan beliau itu
kemudian dibukukan dalam judul Mendayung Antara Dua Karang atau dalam
Tulisan aslinya Mendajung Antara Dua Karang. Pidato tersebut berisi keterangan-
keterangan pemerintah tentang keadaan politiknya, situasi dalam negeri dan
kondisi luar negeri, yang kemudian dikenal dengan dasar-dasar pemikiran politik
luar negeri Indonesia.PM Hatta saat itu melihat bahwa posisi Indonesia ketika itu
seerto kapal yang berada di tengah lautan dan harus melewati du akarang
(Amerika Serikat dan Uni Soviet).Untuk mendayung agar melewati dua karang
tersebut, dibutuhkan sikap politik yang tegas, bebas, dan aktif.
Keterangan Bung Hatta tersebut mendpatkan reaksi dari berbagai macam
kalangan, terutama dari kalangan oposisi (FDR).Beberapa tokohnya menyebut
pidato tersebut sebagai pledoi dalam menutupi kekurangan-kekurangan
pemerintah.Kaum oposisi menginginkan Indonesia mengikuto Soviet yang
menentang kapitalisme dan imperialisme.
Pada pidatonya yang kedua pada sidang BP-KNIP, 16 September 1948, Bung
Hatta menjawab reaksi dari kalangan oposisi.Beliau menjawab dengan rasional
bahwa tidak mungkin Indonesia mengikuti Soviet karena posisi Indonesia yang
terletak di antara negara-negara yang dilindungi kapitalis. Bung Hatta menilai
bahwa Indonesia seharusnya tidak menambah musuh ketika pemerintah sedang
berusaha untuk melakukan perundingan dengan Belanda.
Tentang kebijakan tidak memihak blok mana pun, sebelum ditegaskan oleh Hatta
sebenarnya pernah disinggung oleh Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia
yang pertama. Sjahrir menyatakan hal tersebut pada saat berpidato dalam
22