Page 10 - bingx
P. 10
D. Sejarah sebagai Seni
Gambar 4. Ilustrasi Kisah Ramayana
Sumber: http://mahligai-indonesia.com/featured/kisah-
ramayana-rama-dan-shinta-3577
Seperti halnya seni, sejarah juga membutuhkan intuisi, imajinasi, emosi dan gaya
bahasa. Intuisi dibutuhkan sejarawan terkait dengan pemahaman lansung selama
penelitian. Seringkali untuk memilih suatu penjelasan, para sejarawan tidak hanya
mengandalkan perangkat ilmu saja, melainkan juga intuisi. Walaupun demikian, para
sejarawan juga tetap diharuskan menggunakan data ketika menggunakan intuisinya.
Sejarawan juga membutuhkan imajinasi, misalnya membayangkan apa yang
sebenarnya terjadi pada suatu periode yang tengah diteliti. Demikian halnya dengan emosi,
dalam penulisan sejarah terdapat pula keterlibatan emosi. Penulis sejarah perlu memiliki
empati yang menyatukan dirinya dengan obyek yang diteliti. Unsur lain yang tidak kalah
penting adalah gaya bahasa. Sejarawan harus menggunakan gaya bahasa yang tidak
berbelit-belit, tidak berbunga-bunga, tidak membosankan, komunikatif, dan mudah
dipahami.
E. Fiksi dan Mitos dalam Sejarah
Fiksi merupakan karya rekaan yang melibatkan imajinasi. Fiksi sendiri termasuk
dalam bagian dari seni. Sejarah juga dapat disebut sebagai seni karena sejarah
berhubungan dengan penyimpulan dan penulisan suatu persitiwa sejarah yang
berhubungan dengan kaidah dan keindahan bahasa. Meskipun berhubungan dengan
cerita, sejarah bukanlah sastra terutama karya fiksi, karena berbeda dengan karya sastra
sebagai hasil subyektivitas sejarawan, sejarah harus berusaha memberikan informasi
lengkap dan jelas dengan menghindari subyektivitas melalui penggunaan metode sejarah.
Gambar 5. Pramoedya Ananta Toer
Sumber: https://www.cnnindonesia.com
3